Senin, 17 November 2008

Ketika hati menentukan jalan hidup kita..

... kekasih diambil sahabat sejati…

Ntah lagu siapa itu tadi, yang jelas saya sempet denger tadi di mobil, dan bikin saya pengen posting blog tentang kehidupan saya akhir-akhir ini. Yang memang agak kontroversial.
Saya pacaran sama sahabat saya. Awal Agustus kemarin saya memutuskan untuk menjalin hubungan dengan seorang temen smp, ttm sma, sahabat saat kuliah.
Kontroversial disini karena sang lelaki itu, masih berstatus pacar orang ketika kami mulai berkomitmen pacaran. Dan saya juga kenal baik dengan wanitanya itu. Huff, siapapun yang membaca ini pasti udah menjudge yang tidak-tidak…
For God sake!!! Hanya saya, dia dan Tuhan yang tahu semua kebenarannya. Hanya saya, dia, dan Tuhan yang tahu pasti ada apa dibalik peristiwa yang menghebohkan itu. Jadi tolong, simpan semua prasangka, tuduhan, gosip-gosip gak penting yang menyudutkan salah satu pihak (saya adalah pihak yang benar2 merugi, di hina-hina, di terror, di nista-nistakan oleh mereka..)
Demi Edward Cullen, Michael Moscovitz, Severus Snape, dan demi koleksi novel-novel saya dirumah. Tak ada paksaan dalam hubungan kami. Kami memutuskan untuk berkomitmen bersama, berusaha untuk menjembatani perbedaan yang selama ini ada, dan berusaha mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah pelik ini bersama. Semua terjadi begitu saja. Ketika menurut salah satu pihak, saat itu adalah waktu yang tepat, momentum untuk memulai suatu hubungan yang selama 3 tahun ini tidak pernah terjadi dan mewujudkan cinta yang ada dihati (dia). Dan ketika ada alasan yang maha dahsyat bagi salah satu pihak untuk tidak melepaskan pasangannya (saya). Sealami ulat yang bermetamorfose menjadi kepompong. Senatural daun yang lama kelamaan akan membusuk di tanah. Itu juga yang terjadi pada saya dan Haris. Tak ada adegan ‘penggodaan’ bak pecun murahan, atau adegan termehek-mehek-nya transtv. Pun tak ada anggota keluarga yang terlibat..Ups, tante sempet nyeletuk masalah mantu blablabla….
Ketika salah satu pihak berusaha mengalah, dan memutuskan untuk melupakan semua yang pernah terjadi (saya), tapi pihak lain justru menyakinkan untuk melanjutkan hubungan dan berusaha menjalani komitmen (dia) walau tahu akan sangat sulit dan berliku. Toh akhirnya mereka tetap bersama.
Yang saya tahu akhirnya adalah, ada salah satu pihak yang belum bisa berkomitmen dengan apa yang telah diputuskannya. Suatu keputusan yang sudah diambilnya. Dan akhirnya toh bisa baik-baik saja.. from friend into a lover, turning back into a friend again..
This isn’t a game we want to play
Bahwa pada akhirnya ada pihak-pihak lain yang merasa bahagia, ada pihak-pihak lain yang merasa kecewa dan dendam dengan terjalinnya hubungan ‘in relationship’ kami, kami akan ikhlas.. Biarlah mereka berpikir sendiri..
Beginilah ketika hati yang menentukan jalan hidup kita, kadang ga berfikir tentang logika :)